Kepolisian Daerah Metro Jaya membekuk pengendali pabrik narkoba, . "Ini hasil pengembangan dari penangkapan tiga orang yang memproduksi sabu di Jelambar," kata Direktur Reserse Narkoba Komisaris Besar Anjan Pramuka Putra di kantornya hari ini.
Ditangkapnya tahanan TH alias AW, 38, pada 6 Februari lalu itu bermula dari tertangkapnya AS alias OP, SY alias BB, dan FN di Ruko Perumahan Duta Square, Jalan Pangeran Tubagus Angke Nomor 8 Wijaya Kusuma, Jelambar, pada 20 Januari 2011. "Di sana ditemukan clandestine laboratory narkotika jenis sabu," ujar Anjan.
Ketiga tersangka mengaku operasional pabrik sabu ini dikendalikan oleh rekan mereka yang masih ditahan. Sepekan kemudian, satu tim dari Direktorat Reserse Narkoba diberangkatkan ke Medan setelah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Lapas dan Lapas Tanjung Gusta.
Kini, TH sudah dibawa ke Direktorat Reserse Narkoba untuk diproses lebih lanjut. "Masih didalami bagaimana caranya dia mengendalikan dari dalam penjara," kata Anjan.
TH mengaku baru setahun memproduksi sabu dari dalam penjara. Ia sudah menjalani masa tahanan selama satu setengah tahun. Menurutnya, pabrik sabu itu mampu memproduksi 25 kilogram sabu, sehingga omzet selama setahun mencapai Rp 37,5 miliar.
Keempat tersangka dijerat dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka terancam pidana mati, seumur hidup, atau penjara lima hingga 20 tahun, serta denda maksimun Rp 10 miliar.
Ditemui di Direktorat Reserse Narkoba, Kepala Sub-Direktorat Pencegahan dan Penindakan Dirjen Pemasyarakatan Bambang Sumardiono menampik adanya kerja sama tersangka dengan Lapas Tanjung Gusta. "Kalaupun ada kerja sama, itu dengan oknum."
Ia menekankan bahwa Dirjen Lapas berkomitmen untuk menyerahkan petugas ke kepolisian jika diketahui terlibat kasus narkoba. "Diberhentikan, bahkan dipidana," katanya.
Bambang mengatakan sudah ada 28 petugas penjara di seluruh Indonesia yang diberhentikan karena kasus narkoba, sepanjang 2010. "Mulai dari yang membantu peredaran sampai pemakai," ujarnya. Wilayah yang paling banyak didapati petugas bandel ini adalah Sumatera Utara.
Menurut Bambang, Dirjen Pemasyarakatan selalu melakukan operasi pengawasan rutin dan insidental. Sejak 2006, Dirjen Pemasyarakatan melakukan operasi pengawasan dengan memasang telepon bersama. "Telepon itu bisa dipakai oleh semua napi dan direkam."
Dirjen Pemasyarakatan juga menempatkan pengacak sinyal di dalam penjara. Penempatan ini dilakukan agar para narapidana tidak bisa diam-diam berkomunikasi menggunakan ponsel. Pengacak sinyal itu sudah dipasang di beberapa penjara seperti di Nusa Kambangan, Mendaeng, Krobokan, Denpasar, dan Jakarta.
Ditangkapnya tahanan TH alias AW, 38, pada 6 Februari lalu itu bermula dari tertangkapnya AS alias OP, SY alias BB, dan FN di Ruko Perumahan Duta Square, Jalan Pangeran Tubagus Angke Nomor 8 Wijaya Kusuma, Jelambar, pada 20 Januari 2011. "Di sana ditemukan clandestine laboratory narkotika jenis sabu," ujar Anjan.
Ketiga tersangka mengaku operasional pabrik sabu ini dikendalikan oleh rekan mereka yang masih ditahan. Sepekan kemudian, satu tim dari Direktorat Reserse Narkoba diberangkatkan ke Medan setelah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Lapas dan Lapas Tanjung Gusta.
Kini, TH sudah dibawa ke Direktorat Reserse Narkoba untuk diproses lebih lanjut. "Masih didalami bagaimana caranya dia mengendalikan dari dalam penjara," kata Anjan.
TH mengaku baru setahun memproduksi sabu dari dalam penjara. Ia sudah menjalani masa tahanan selama satu setengah tahun. Menurutnya, pabrik sabu itu mampu memproduksi 25 kilogram sabu, sehingga omzet selama setahun mencapai Rp 37,5 miliar.
Keempat tersangka dijerat dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka terancam pidana mati, seumur hidup, atau penjara lima hingga 20 tahun, serta denda maksimun Rp 10 miliar.
Ditemui di Direktorat Reserse Narkoba, Kepala Sub-Direktorat Pencegahan dan Penindakan Dirjen Pemasyarakatan Bambang Sumardiono menampik adanya kerja sama tersangka dengan Lapas Tanjung Gusta. "Kalaupun ada kerja sama, itu dengan oknum."
Ia menekankan bahwa Dirjen Lapas berkomitmen untuk menyerahkan petugas ke kepolisian jika diketahui terlibat kasus narkoba. "Diberhentikan, bahkan dipidana," katanya.
Bambang mengatakan sudah ada 28 petugas penjara di seluruh Indonesia yang diberhentikan karena kasus narkoba, sepanjang 2010. "Mulai dari yang membantu peredaran sampai pemakai," ujarnya. Wilayah yang paling banyak didapati petugas bandel ini adalah Sumatera Utara.
Menurut Bambang, Dirjen Pemasyarakatan selalu melakukan operasi pengawasan rutin dan insidental. Sejak 2006, Dirjen Pemasyarakatan melakukan operasi pengawasan dengan memasang telepon bersama. "Telepon itu bisa dipakai oleh semua napi dan direkam."
Dirjen Pemasyarakatan juga menempatkan pengacak sinyal di dalam penjara. Penempatan ini dilakukan agar para narapidana tidak bisa diam-diam berkomunikasi menggunakan ponsel. Pengacak sinyal itu sudah dipasang di beberapa penjara seperti di Nusa Kambangan, Mendaeng, Krobokan, Denpasar, dan Jakarta.