Pada 11 Juni nanti, milyaran pasang mata bakal tertuju ke Stadion Soccer City, Johannesburg, Afrika Selatan. Di stadion berkapasitas sekitar 90.000 penonton itu, berlangsung prosesi pembukaan Piala Punia yang ke-19. Perhelatan di stadion yang dibangun khusus untuk Piala Dunia 2010 itu pun bakal lebih meriah, lantaran acara langsung dilanjutkan dengan partai pertandingan perdana tim tuan rumah Afrika Selatan versus Meksiko.
Tak hanya menggelar partai pembuka, stadion yang menawarkan kedekatan bagi penonton --dengan jarak tribun penonton paling dekat hanya 4 meter dari lapangan pertandingan-- itu pun dipilih sebagai tempat untuk menggelar partai final sekaligus acara penutupan perhelatan akbar sejagat ini, 11 Juli nanti. "Saya bangga karena ini stadion Piala Dunia. Saya ikut berkontribusi dalam pembangunannya," tutur Thami Mabuza, anggota tim konstruksi Stadion Soccer City, seperti dikutip Associated Press.
Kini Soccer City memang menjadi kebanggaan sekaligus ikon baru di Afrika Selatan. Arsitekturnya dibuat khusus, dengan mengambil inspirasi dari bentuk buah calabash yang tersebar di seluruh Afrika. Berfungsi sebagai tempat menyimpan makanan dan minuman serta merupakan simbol kemakmuran dan kebersamaan. Kombinasi merah, oranye, dan cokelat mendominasi dinding luar stadion berlapis bahan fiberglass, untuk mengingatkan pada sejarah Johannesburg sebagai salah satu kota pusat tambang emas di Afrika Selatan.
Untuk membangun stadion itu, Pemerintah Afrika Selatan menggelontorkan dana 3,2 milyar rand, setara dengan US$ 424 juta atau lebih dari Rp 3,8 trilyun. Mereka pun tak keberatan ketika harus merogoh kocek lebih dalam, lantaran anggaran pembangunan Soccer City naik hampir sepertiganya. "Biayanya membengkak hingga US$ 133 juta," ujar Parks Tau, anggota Dewan Kota Johannesburg.
Menjadi tuan rumah Piala Dunia untuk pertama kalinya, Afrika Selatan memang tak mau kalah pamor dibandingkan dengan negara-negara penyelenggara sebelumnya. Tak mengherankan, total jenderal dana yang dikucurkan negara yang tim sepak bolanya disebut "Bafana Bafana" itu mencapai 33 milyar rand atau US$ 3,9 milyar. Total dana yang jika dirupiahkan lebih dari Rp 35 trilyun ini dialokasikan untuk menyelesaikan pembangunan seluruh stadion dan merenovasi tiga bandar udara utamanya.
Jorjorannya Afrika Selatan mengucurkan duit untuk Piala Dunia itu bukan tanpa perhitungan. Maklum, lewat pergelaran ini, negara yang berpenduduk sekitar 45 juta jiwa itu berharap bisa mendongkrak pendapatan domestik 0,54% pada tahun ini. Fulus ini bakal mengalir dari kantong para penggila bola, yang diperkirakan membelanjakan uang 8,8 milyar rand.
Hitungan itu sebetulnya agak meleset dari prediksi awal. Ini terjadi lantaran para penggemar bola dari mancanegara yang datang ke Afrika Selatan tak akan sebanyak dari perhitungan awal. Jika dua tahun lalu jumlah penggemar bola dari luar Afrika Selatan yang diperkirakan bakal datang sekitar 483.000. Namun kini mereka hanya mematok 373.000-an. Maklum, perkiraan dua tahun lalu itu dibuat sebelum krisis gbobal menghantam ekonomi dunia.
Perhelatan Piala Dunia di negara yang dipimpin Presiden Jacob Zuma itu pun tampaknya bakal tak mampu menembus rekor jumlah penonton di negara-negara penyelenggara sebelumnya. Penjualan tiket yang totalnya disediakan hanya 2,9 juta pun tampaknya tersendat. Tak mengherankan jika perhelatan kali ini bakal lebih terasa Afrika-nya lantaran minimnya turis yang menyaksikan pergelaran ini.
Dalam urusan menggaet penonton, Piala Dunia ke-15 yang digelar di Amerika Serikat 16 tahun lalu masih belum ada yang menandingi. Rata-rata kehadiran penonton mencapai 70.000 orang per pertandingan (lihat tabel). Dengan total kehadiran penonton melebihi 3,5 juta orang, Piala Dunia ke-15 itu masih memegang rekor jumlah penonton tertinggi dalam sejarah penyelenggaraan Piala Dunia. Padahal, jumlah tim dan jumlah pertandingannya lebih sedikit jika dibandingkan dengan Piala Dunia setelahnya.
Tak mengherankan jika keberhasilan "negeri Paman Sam" menggelar World Cup itu membuat mereka kembali mengajukan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018 atau 2022, yang akan ditentukan pada tahun ini. "Tidak akan ada di negara mana pun setiap pertandingan disaksikan penonton sebanyak itu, kecuali di Amerika Serikat," ujar mantan Presiden Amerika, Bill Clinton, yang kini menjadi salah satu anggota tim kampanye penyelenggaraan Piala Dunia di Amerika, seperti ditulis Reuters. Amerika paham betul, Piala Dunia bakal mengalirkan fulus tidak sedikit.
Pergelaran Piala Dunia juga bakal mengalirkan fulus ke pundi-pundi produsen perlengkapan olahraga. Tengok saja target salah satu perusahaan yang bergerak di perlengkapan olahraga, Adidas AG. Perusahaan yang bermarkas di Herzogenaurach, Jerman, ini optimistis, ritual empat tahunan itu bakal mampu mendongkrak pendapatannya. Pada tahun ini, mereka berharap bisa mencatatkan rekor penjualan lebih dari 1,3 milyar euro atau US$ 1,7 milyar dari berbagai produk yang bernuansa sepak bola.
Chief Executive Officer Adidas AG, Herbert Hainer, seperti ditulis Bloomberg, mengatakan bahwa keuntungan Adidas bakal meningkat. Jika pada 2009 keuntungan Adidas hanya 245 juta euro, tahun ini Hainer berani memasang target minimal 430 juta euro. Tahun ini, Adidas cukup beruntung lantaran membuat perlengkapan sepak bola untuk 12 tim peserta sekaligus Jabulani, bola resmi Piala Dunia 2010. Sedangkan saingannya, Nike dan Puma AG, hanya menyuplai masing-masing 10 dan tujuh negara peserta.