Sikap Pengusiran KPK oleh Anggota DPR terlalu kekanak-kanakan, dan menjatuhkan citra parlemen Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat, Kemarin Selasa (1/2).
Menurut Anas pengusiran atas kehadiran dua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut tidak substantif, apalagi status Bibit dan Chandra secara hukum sudah dideponir oleh Kejaksaan Agung. "Jadi sudah tidak ada masalah lagi," kata Anas
Status hukum Bibit dan Chandra dengan langkah penegakan hukum yang tengah dilakukan DPR, menurut Anas, tak bisa dihubung-hubungkan. Bahkan seharusnya DPR memberikan dukungan penuh pada kerja-kerja KPK untuk memberantas korupsi.
Dia juga mengkritik peristiwa itu sebagai sikap tidak konsisten anggota DPR yang dulu sempat mencalonkan Bibit sebagai Ketua KPK. Pencalonan tersebut menunjukkan jika eksistensi Bibit telah diakui oleh sejumlah anggota DPR meski tidak terlalu besar.
Pengamat politik Arbi Sanit menilai anggota Komisi Hukum tidak konsisten menyikapi kriminalisasi yang menimpa Bibit dan Chandra. DPR, yang dulu menuduh Polri dan Kejaksaan Agung merekayasa kasus Bibit-Chandra, sekarang berbalik menyerang lembaga antikorupsi itu.
"Setelah deponering, DPR malah menghukum Bibit-Chandra. Mereka plin-plan, tidak punya prinsip menyikapi siapa korban dan siapa yang mengorbankan," kata Arbi.
Ia juga menilai DPR tidak dapat memisahkan antara prosedur hukum, yakni deponering, dengan substansi hukum, yakni status hukum Bibit-Chandra yang sudah tidak lagi berstatus tersangka. "Itu sudah bukti DPR mempolitisasi masalah KPK," ujarnya.
Sebaliknya, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono menilai penolakan yang dilakukan anggota partainya itu sudah tepat. Penolakan itu, kata dia, didasarkan pada aspek status hukum semata, bukan didasarkan pada masalah lain seperti balas dendam.
"Bukan kerena balas dendam, itu sebuah langkah yang tidak elok," ujar Agung sebelum rapat koordinasi Kementerian Kesejahteraan Rakyat, Selasa (1/2)..
Menurut dia, dasar penolakan yang dilakukan anggota Golkar itu lebih didasarkan pada status mereka pasca diberikannya deponering dari Jaksa Agung, bukan karena desakan kepentingan politik. "Pada dasarnya jangan menggunakan lembaga ini untuk balas dendam," ujarnya.
Untuk menghindari penolakan yang lebih luas terhadap kedua pimpinan KPK itu, Agung akan membawa masalah ini ke rapat atau dialog-dialog internal Partai Golkar.
Menurut Anas pengusiran atas kehadiran dua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut tidak substantif, apalagi status Bibit dan Chandra secara hukum sudah dideponir oleh Kejaksaan Agung. "Jadi sudah tidak ada masalah lagi," kata Anas
Status hukum Bibit dan Chandra dengan langkah penegakan hukum yang tengah dilakukan DPR, menurut Anas, tak bisa dihubung-hubungkan. Bahkan seharusnya DPR memberikan dukungan penuh pada kerja-kerja KPK untuk memberantas korupsi.
Dia juga mengkritik peristiwa itu sebagai sikap tidak konsisten anggota DPR yang dulu sempat mencalonkan Bibit sebagai Ketua KPK. Pencalonan tersebut menunjukkan jika eksistensi Bibit telah diakui oleh sejumlah anggota DPR meski tidak terlalu besar.
Pengamat politik Arbi Sanit menilai anggota Komisi Hukum tidak konsisten menyikapi kriminalisasi yang menimpa Bibit dan Chandra. DPR, yang dulu menuduh Polri dan Kejaksaan Agung merekayasa kasus Bibit-Chandra, sekarang berbalik menyerang lembaga antikorupsi itu.
"Setelah deponering, DPR malah menghukum Bibit-Chandra. Mereka plin-plan, tidak punya prinsip menyikapi siapa korban dan siapa yang mengorbankan," kata Arbi.
Ia juga menilai DPR tidak dapat memisahkan antara prosedur hukum, yakni deponering, dengan substansi hukum, yakni status hukum Bibit-Chandra yang sudah tidak lagi berstatus tersangka. "Itu sudah bukti DPR mempolitisasi masalah KPK," ujarnya.
Sebaliknya, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono menilai penolakan yang dilakukan anggota partainya itu sudah tepat. Penolakan itu, kata dia, didasarkan pada aspek status hukum semata, bukan didasarkan pada masalah lain seperti balas dendam.
"Bukan kerena balas dendam, itu sebuah langkah yang tidak elok," ujar Agung sebelum rapat koordinasi Kementerian Kesejahteraan Rakyat, Selasa (1/2)..
Menurut dia, dasar penolakan yang dilakukan anggota Golkar itu lebih didasarkan pada status mereka pasca diberikannya deponering dari Jaksa Agung, bukan karena desakan kepentingan politik. "Pada dasarnya jangan menggunakan lembaga ini untuk balas dendam," ujarnya.
Untuk menghindari penolakan yang lebih luas terhadap kedua pimpinan KPK itu, Agung akan membawa masalah ini ke rapat atau dialog-dialog internal Partai Golkar.